Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab, "masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society  atau al-muftama' al-madani.  Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah  societies civilis. Sedangkan menurut, Komaruddin Hidayat, dalam wacana keislaman di Indonesia, adalah Nurcholish Madjid yang menggelindingkan istilah "masyarakat madani" ini, yang spirit serta visinya terbakukan dalam nama yayasan Paramadinah [terdiri dari kata "para" dan "madinah", dan atau "parama" dan "dina"]. Maka, secara "semantik" artinya kira-kira ialah, sebuah agama [dina] yang excellent [paramount] yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban (madani).(www.sanaky.com).
Sudah menjadi kewajiban kita semua untuk ikut serta ambil peran dalam usaha bersama bangsa kita untuk mewujudkan masyrakat berperadaban, masyarakat madani, civil society, dinegara kita tercinta, Republik Indonesia. Karena terbentuknya masyarakat madani adalah bagian mutlak dari wujud cita-cita kenegaraan, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Nurcholish Madjid, Nabi Muhammad Rasulullah yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrah ke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan penuh kerahasiaan, Nabi disambut oleh penduduk kota itu, dan para gadisnya menyanyikan lagu Thala'a al-badru 'alaina (Bulan Purnama telah menyingsing di atas kita), untaian syair dan lagu yang kelak menjadi amat terkenal di seluruh dunia. Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi).
Secara konvensional, perkataan "madinah" memang diartikan sebagai "kota". Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu mengandung makna "peradaban". Dalam bahasa Arab, "peradaban" memang dinyatakan dalam kata-kata "madaniyah" atau "tamaddun", selain dalam kata-kata "hadharah". Karena itu tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun mansyarakat beradab.
Tak lama setelah menetap di Madinah itulah, Nabi bersama semua penduduk Madinah secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup bersama dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat madani, Nabi dan kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri dan menghadapi musuh-musuh peradaban. (www.crayonpedia.org).
Pembentukan masyarakat madani sangat ditunjang oleh pelayanan kesehatan yang memadai. Keberadaan rumah sakit selain berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan juga menjadi sastra pengembangan ilmu medis. Rumah sakit yang representatif paling awal di bangun di Baghdad, Irak pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, tepatnya ketika Harun Al-Rasyid menjadi khalifah. Rumah sakit dikenal dengan sebutan Bimaristan atau Maristan. Bangunan rumah sakit di Baghdad besar dan megah.
Manajemen rumah sakit menyediakan ruangan tunggu bagi pengunjung. Sarana penunjang lainnya adalah aula, klinik pasien rawat jalan dan penyakit ringan, juga dapur, dan yang membanggakan, seluruh pelayan dan sarana itu dapat dinikmati oleh seluruh pasien tanpa dipungut biaya seperserpun. Ilmuan hossam arafa dalam tulisan berjudul’’ hospital in islamic history’’ megatakan, karakteristik rumah sakit islam adalah melayani pasien tanpa memandang asal usul, etnis, suku, maupun agama. Semua berhak menerima perawatan medis tanpa biaya pelayanan rumah saki.
Dana yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan pengobatan, perawatan, hingga biaya operasional rumah sakit sepenuhnya berasal dari dan wakaf, umat muslim dan pengusaha mewakafkan sebagian harta mereka untuk kepentingan sosial dan agama.pada masa itu. Dana wakaf yang terkumpul cukup besar, lebih dari cukup untuk membiayai pembangunan serta operasional rumah sakit. Terutama untuk pemeliharaan peralatan dan penyediaan obat-obatan. Karena itulah, rumah sakit bisa beroperasi secara maksimal dan mampu memberikan pelayan terbaik untuk pasien. Konsep dan rancang bangun rumah sakit modern milik umat muslim ini dijadikan model bagi rumah sakit yang didirikan di Eropa beberapa abad kemudian.
Berkaca pada pelayanan rumah sakit Islam zaman Dinasti Abbasiyah, dimana rumah sakit dan pelayanan kesehatan tidak menarik dana sepeserpun dari pasien, maka sangat relevan jika negara kita tercinta dengan mayoritas muslim mengandalkan zakat sebagai sumber pendanaan kesehatan. Hasil kajian yang dilakukan ADB (Asian Development Bank) dan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan, potensi pengumpulan dana zakat Indonesia dapat mencapai Rp 217 Triliun. Kalangan pakar berpendapat Pemberian Zakat, Infak dan Sedekah beberapa tahun belakangan menunjukkan peningkatan seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia. Zakat dinilai sebagai salah satu bentuk ibadah umat muslim, yang memberi dampak langsung pada pemerataan ekonomi Indonesia. Salah seorang pimpinan dari lembaga pengelola zakat, Rini Supri Hartanti dari Dompet Dhuafa mengatakan di Jakarta Kamis (18/7), potensi perkiraan pemberian zakat, infak dan sedekah (ZIS) di tanah air, jika di akumulasi pertahunnya dapat mencapai 217 triliun rupiah. Nilai sejumlah itu menurut Rini terwujud, salah satunya karena Indonesia sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar. Rini mengatakan, “Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan ADB (Asian Development Bank) menyebut  217 triliun rupiah.Sementara yang tercatat, terhimpun di Asosiasi Lembaga Zakat di Indonesia yaitu Forum Zakat Nasional baru sekitar 1,5 triliun rupiah. Kalau perkembangan dari tahun ke tahun itu cukup berarti. ” (www.ramadhan.republika.co.id)
Dr Naharus Surur dari Baznas mengatakan, Indonesia telah memiliki payung hukum yaitu Undang Undang tentang pengelolaan Zakat (UU No 38 Tahun 1999). Namun menurutnya UU tersebut tengah dalam pembahasan DPR RI bersama pemerintah, terutama setelah disepakatinya untuk melakukan amandemen (perubahan resmi), agar Indonesia memiliki UU Zakat yang lebih kuat dan sempurna.
Jadi menurut hemat saya, jika potensi zakat yang besar bisa dimaksimalkan maka pelayanan kesehatan masyarakat dapat digratiskan sehingga akan terwujud masyarakat madani sesuai dengan harapan kita semua. Semoga, amin.